PERISTIWA Hijrah ke Yatsrib, yang dialami oleh kaum Muslimin, 13 tahun sejak bi’tsah kenabian Rasulullah Muhammad SAW. Kita mungkin lebih sering mengingat tentang bagaimana gagahnya Umar Ibnul Khattab ra, yang dengan penuh percaya diri mengumumkan tentang hijrahnya beliau menuju Yatsrib, seraya menantang kaum kuffar untuk menghadangnya, jika mereka berani.
Kita terkadang lupa. Tentang seorang pionir Hijrah asal kota Mekkah. Yang dua tahun sebelumnya diutus oleh Rasulullah SAW untuk melakukan da’wah di Yatsrib. Mengislamkan para penduduk Yatsrib. Mempersiapkan kuantitas dan kualitas mereka untuk nantinya menyambut kedatangan Rasulullah SAW dan Shahabat Muhajirin yang lainnya. Meletakkan dasar-dasar aqidah, ibadah, dan kepemimpinan Islam dalam diri mereka. Mendidik cinta dan ketaatan mereka kepada Allah dan Rasul-Nya. Sosok ini bernama Mush’ab bin Umair ra.
Mush’ab bin Umair namanya, sosok pemuda ningrat di Mekkah yang dikenal tampan, santun, serta cerdas di kalangan masyarakat Mekkah. Saat mendengar kenabian Rasulullah SAW, Mush'ab tertarik, dan pada akhirnya masuk Islam. Sejak saat itulah hidup Mush’ab bin Umair berubah total. Mush’ab, yang dulunya dikenal sangat perlente dan modis dalam berdandan, sontak berubah menjadi zuhud. Mau tidak mau, perubahan ini mengundang pertanyaan dari sang ibunda. Betapa murkanya sang Ibunda ketika tahu bahwa anak tunggalnya telah berganti keyakinan menjadi seorang Muslim. Ibunda Mush’ab kemudian mengancam Mush’ab untuk meniadakan warisan harta baginya apabila sang ibunda meninggal kelak. Mush’ab sama sekali tidak terpengaruh. Baginya, kebenaran dan hidayah dari Allah SWT adalah harta yang tidak ternilai dan tidak dapat digantikan dengan apa pun di dunia ini. Sang ibunda berganti strategi. Kali ini mengancam mogok makan hingga mati apabila Mush’ab tidak mau meninggalkan Islam. Subhanallah, cinta Mush’ab bin Umair kepada Allah SWT telah sedemikian besarnya, hingga dengan lembut namun tegas, beliau menjawab “Demi Allah, yang jiwa Mush’ab ada dalam genggamannya, andaipun ibunda memiliki sepuluh nyawa, kemudian bunuh diri hingga habis seluruhnya, aku tidak akan melepaskan imanku ini”. Sungguh sebuah bukti loyalitas yang luar biasa kepada Islam.
Ketika Rasulullah memutuskan untuk mempersiapkan lahan hijrah bagi kaum Muslimin di Yatsrib, beliau SAW tanpa ragu menunjuk
Mush’ab bin Umair untuk menjadi pionir da’wah di sana. Pembawaan Mush’ab yang santun, kecerdasan Mush’ab yang nyata, dan loyalitas serta totalitas yang ditunjukkannya sejak menjadi Muslim menjadi alasan bagi Rasulullah SAW untuk mengutusnya. Maka jadilah Mush’ab bin Umair sebagai duta Islam pertama di Madinah.
Setahun berlalu, Mush’ab membawa dua belas orang kader Islam pertama asal Yatsrib (Madinah) untuk pergi ke Mekkah pada musim Haji untuk menemui Rasulullah SAW. Peristiwa ini dikenal dengan sebutan Bai’at Aqabah. Dua belas orang tersebut diamanahi oleh Rasulullah SAW untuk membantu Mush’ab bin Umair untuk da’wah di Yatsrib.
Setahun kembali berlalu, dari da’wah yang dilakukan oleh Mush’ab dan dua belas orang lainnya, kini muncul tujuh puluh lima orang yang datang ke Mekkah, yang dua diantaranya adalah kaum wanita. Peristiwa ini dikenal sebagai Bai’at Aqabah kedua.
Subhanallah, pada tahun berikutnya muncul kabar bahwa Yatsrib telah siap untuk menerima kedatangan kaum Muhajirin. Betapa gembira hati Rasulullah SAW mendengar hal ini. Beliau SAW tidak henti-hentinya bersyukur kepada Allah SWT mengenai kabar ini. Tak lupa beliau SAW mendo’akan berkah dan keselamatan bagi Mush’ab bin Umair.
Mush’ab bin Umair menjemput syahid pada perang Uhud. Pada saat jasad para syuhada Uhud dibariskan untuk ditutupi oleh kain. Tidak didapati kain yang cukup untuk menutupi jasad Mush’ab bin Umair. Apabila wajahnya ditutup, maka nampaklah kakinya. Apabila kakinya ditutup, maka nampaklah wajahnya. Akhirnya wajahnya ditutupi oleh kain, dan kakinya ditutupi oleh daun-daun dan pelepah kurma. Melihat hal ini, Rasulullah SAW menangis, hingga para Shahabat bertanya. Rasulullah SAW menjelaskan, bahwa beliau SAW menangis karena membandingkan kondisi Mush’ab bin Umair pada masa jahiliyah dengan kondisi pada masa Islamnya.
Semoga kita dapat mengambil ibroh dari kehidupan Mush’ab bin Umair. Sebuah perjalanan hidup yang luar biasa dari seorang pemuda kaya bernama Mush’ab bin Umair. Seorang pemuda yang berani melepaskan kebahagiaan duniawi untuk menggapai ridho Allah SWT dan cinta Rasulullah SAW. Seorang pemuda yang siap untuk membukakan lahan da’wah bagi kaum Muslimin, tanpa bekal harta sedikitpun, dengan hanya bermodalkan iman yang teguh dan ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya.
Edisi : Kamis, 22 Safar 1435 H / 26 Desember 2013
By : Mush’ab Yusuf
Edisi : Kamis, 22 Safar 1435 H / 26 Desember 2013
By : Mush’ab Yusuf
0 komentar:
Posting Komentar