Orang munafik seperti Abdullah bin Ubay bin Salul memfitnah bahwa Siti Aisyah telah berselingkuh dengan Shafwan. Fitnah tersebut dengan cepat beredar hingga di Madinah sehingga menimbulkan kegoncangan di kalangan kaum Muslimin.
Karena tuduhan berselingkuh tersebut, sampai-sampai Rasululah menunjukkan perubahan sikap atas diri Aisyah. Diceritakan Aisyah, karena peristiwa itu dirinya akhirnya jatuh sakit.
“Saat itu yang membuatku bingung, aku tidak melihat kelembutan dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam seperti biasa aku lihat ketika aku sakit. Beliau hanya mengucapkan salam, lalu bertanya, “Bagaimana keadaanmu,” kemudian pergi,” kata Siti Aisyah (terdapat pada Kitab An-Nihayah fi Gharib al-Hadits).
Kondisi fitnah itu tentu menyebar hingga mencapai satu bulan lamanya. Selama itu pula, tak ada wahyu yang diterima Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassallam.
Sampai akhirnya, Allah Subhanahu Wata’ala mengabarkan berita gembira kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassallam yang menyatakan bahwa Aisyah ra terbebas dari segala tuduhan perselingkuhan dan fitnah itu.
Jawaban atas fitnah tersebut, Allah maktubkan di dalam ayat-Nya QS. Annur ayat 11 s.d. 26. Ayat ini Allah turunkan sebagai jawaban atas beredarnya fitnah yang menimpa Ummul Mukminin Aisyah RA.
Setelah ayat ini turun, kondisi kaum muslimin kembali normal dan bahkan semakin membaik dibandingkan dengan kondisi sebelumnya.
Kisah ini memberi pelajaran penting kepada kita, orang-orang munafik seperti Abdulah bin Ubay bin Salul, dari sejak Rasulullah sampai sekarang akan terus menebarkan fitnah dan kebencian kepada orang-orang mulia. Tak tanggung-tanggung, Abdullah bin Ubay pernah berani memfitnah Rasulullah dan keluarganya. Sebegitu beraninya Abdullah bin Ubay hingga akhir hayatnya penuh dengan kesusahan yang tiada berujung.
Di akhir hayatnya, Abdullah bin Abdullah bin Ubay (anak Abdullah bin Ubay) datang menemui Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam, meminta salah satu kain Rasulullah untuk dijadikan sebagai kafan bagi Abdullah bin Ubay.
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam mengabulkan permintaan itu dan memberikan kainnya kepada Abdullah bin Abdullah bin Ubay untuk menjadi kafan bagi jenazah ayahnya.
Kemudian Abdullah bin Abdullah juga meminta agar Rasulullah berkenan datang untuk menshalatinya.
Maka Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassallam datang untuk menshalati jenazah itu. Ketika Rasulullah berdiri hendak menshalatinya, Umar bin Khaththab menarik baju Rasulullah dari belakang dan berkata: “Wahai Rasulullah, Engkau akan menshalatinya? Bukankah Allah melarangmu untuk melakukan itu?” Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam menjawab: “Sesungguhnya Allah Subhanahu Wata’ala memberikan kepadaku dua pilihan, kamu memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka (adalah sama saja). Kendatipun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali, namun Allah sekali-kali tidak akan memberi ampunan kepada mereka. Yang demikian itu adalah karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya. dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik. (QS at-Taubah: 80).
Masya Allah, begitu kerasnya Allah memberi ancaman kepada orang-orang munafik ini.
Berkali-kali Al-Quran menyebutkan sifat orang-orang munafik yang begitu berbahaya.
Mari kita ambil pelajaran dari kisah Abdullah bin Ubay bin Salul, sosok munafik yang hidup di zaman Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam bahwa menebar beroita hoax/fitnah untuk menjatuhkan kemuliaan Islam dan umatnya adalah perbuatan orang-orang fasik, munafik, dan kafir.
Maka kesudahan dari orang-orang seperti ini tidak akan jauh seperti kesudahan Abdullah bin Ubay bin Salul yang dibenci oleh Allah Subhanahu Wata’ala.
sumber : hidayatullah.com
0 komentar:
Posting Komentar